Cacat
Fisik Bukan Berarti Cacat Hati.
Apapun yang Terjadi, Pae Selalu
Dihatiku
Pae adalah sosok yang
keras, agak galak, tapi di balik itu pae mudah sekali terharu jika aku mendapat
peringkat atau terpilih mengikuti lomba keluar kota.
Dari bayi, pae tidak
pernah mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya, karena saat pae lahir
kedua orang tuanya bercerai dan kemudian pae diadopsi oleh neneknya.
Saat pae kelas 2 SD,
Pae mengalami kecelakaan, kakinya kanannya harus diamputasi karena kejatuhan
pohon saat beliau sedang asik main di bawah pohon yang sedang ditebang. Jadi kalau
pergi kemana-mana pae menggunakan tongkat atau kaki palsu. Mungkin karena itu
pae menjadi sosok yang gampang emosi, beliau mungkin agak minder dan takut
tidak dihargai oleh anak-anaknya atas kekurangan itu. Tapi yang harus pae tau, aku
sangat menyayangi pae apapun yang terjadi.
Karena kekurangan itu,
pae menjadi pribadi yang peduli terhadap sesama penyandang cacat didaerahku,
pae mengunjungi para menyandang cacat kemudian membantunya mendaftarkan ke
dinas sosial untuk operasi gratis.
Tadinya mama dan pae
bekerja bersama di Jakarta, menjahit. Tapi Karena sudah tua pae tidak kuat dan
sekarang beliau di pemalang untuk menjaga adikku yang masih kelas 1 SMK. Pae
yang selalu mendukungku untuk melanjutkan kuliah apapun yang terjadi (ibuku
juga tentunya).
Saat aku SMK, selalu
pae yang datang ke sekolah untuk mengambil raportku, karena mama merantau
dijakarta. Saat mendengar pengumuman bahwa aku juara kelas lagi, spontan mata
pae berkaca-kaca, aku selalu memeluknya, aku ingin menunjukkan pada
teman-temanku, ini ayahku, setiap kekurangan yang ada padanya adalah kelebihan
bagiku. Bahkan karena seringnya kejadian itu tiap sehabis semester, hampir
semua teman dan guruku mengenal pae, dan mungkin karena pae adalah sosok yang
ramah dan cepat akrab pada siapapun.
Biasanya setelah
pengambilan raport aku pulang bersama pae, pae selalu menggandeng tanganku,
sangat melindungiku. Saat moment seperti itu tak jarang pae selalu menanyakan
hal yang sama padaku, “Cella ga malu punya ayah kaya gini ?”. kalau sudah
begitu hatiku trenyuh, kenapa ada pertanyaan semacam itu, itu tidak harus di
tanyakan.
“kenapa harus malu ??
Cella bangga kok sama pae, Cella sayang sama pae” jawabku sembari tersenyum.
Itu adalah moment yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.
Pae sangat rajin beribadah,
meski aku tau berdiri dengan satu kaki itu susah, tapi pae selalu pergi ke
masjid dan sering mengikuti acara-acara di masjid.
Saat kecil, aku selalu
diejek oleh teman-teman karena memiliki pae yang cacat, aku menangis namun
bukan karena menyesal memiliki ayah yang cacat, aku sakit hati karena pae
dihina, kenapa harus pae? Kenapa tidak aku saja yang kalian caci ? tidak hanya
teman sebaya yang menghina, bahkan para tetangga sering menyebut pae dengan
julukan yang tidak sepantasnya yaitu “buntung”. Ok itu mungkin faktanya, tapi
itu sangat kasar, aku sangat sedih jika mendengar itu.
Setiap sore kita
bercengkrama di halaman belakang atau menonton tv bersama, dalam sela-sela
pembicaraan pae kadang narsis, membanggakan hidungnya yang mancung, kalau sudah
begitu kita tak henti-hentinya tertawa.
Bisa dibilang aku
adalah anak yang paling di sayang, mungkin karena aku yang paling penurut
diantara yang lainnya hehehe, pae jarang sekali marah padaku, tapi jika ada hal
yang dirasa salah aku tetap saja kena marah.
Karena semua
pembelajaran dan kejadian dimasa kecilku, aku jadi lebih menghargai orang lain,
selalu sedih jika melihat penderita disabilitas. Aku tau mereka sangat minder
dalam hidupnya, dan aku juga tau kalau pae juga pasti merasakannya. Makanya aku
ingin membuat dia bangga, memberitahukan padanya bahwa dia sangat berarti bagi
orang lain, yaitu aku dan keluargaku.
Aku sekeluarga sangat mencintaimu pae :*